Sabtu, 06 Oktober 2012

Air Terjun Songgolangit: Berawal dari kisah tragis sepasang Pasutri
Alkisah,  hidup seorang jejaka yang berasal dari desa Tunahan yang  menjalin cinta dengan seorang gadis cantik asal Dukuh Sumanding Desa Blucu Kecamatan Kembang. Jalinan cinta mereka begitu  kuat hingga  berlanjut ke jenjang perkawinan. Di sini diceritakan bahwa antara desa Tunahan dan desa Blucu terbentang  sungai . Pada zaman dahulu seorang laki-laki melamar seorang perempuan harus membawa perabotan dapur seperti wajan, piring, gelas, dan lain lain . Serta membawa hewan piaraan kerbau, sapi, atau kambing.
sumber foto:www.ngoban.blogspot.com
Pada suatu fajar si isteri bersiap menyiapkan makanan pagi untuk si suami tercinta. Dalam penyediaan sarapan tersebut si isteri kurang hati-hati sehingga menimbulkan suara-suara alat dapur yang saling bersentuhan. Sang mertua (ibu si isteri) menegur anaknya  “Ojo glondhangan, mengko mundhak bojomu tangi” atau dalam bahasa Indonesia  “Jangan gaduh, nanti suamimu terbangun”. Rupanya si suami salah mendengar “Kerjo kok glondhangan, rumangsamu barange bojomu” atau dalam bahasa Indonesia “Kerja kok gaduh, memangnya barang bawaan suamimu”.
Pada saat itu juga si suami itu merasa tersinggung dengan perkataan sang mertua itu, kemudian pada tengah malam kedua pengantin tersebut berniat pergi dari rumah untuk pindah ke tempat asal suami dengan mengendarai pedati/gerobak yang ditarik oleh sapi. Nah di malam hari buta,  pedati yang mereka naiki ternyata salah jalan hingga tanpa mereka sadari pedatinya masuk jurang (sekarang air terjun Songgolangit yang berada di Jepara) dan pasangan pasutri  itu pun hilang dalam kegelapan jurang yang dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar